Jumat, 20 Maret 2015

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental, dan Konsep Sehat Berdasarkan emosi, Intelektual, Sosial, Fisik, dan Spiritual.



A.    Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan.

Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karna masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat.



Ibrani dan Israel

Bangsa kuno Israel dibentuk oleh orang-orang dengan asal di Mesopotamia dan Mesir. Konsep Allah yang tunggal, secara bertahap diartikulasikan dalam Yudaisme, menyebabkan pandangan bahwa gangguan mental bukan masalah seperti yang lain, yang disebabkan oleh salah satu dewa, tetapi lebih disebabkan oleh masalah dalam hubungan antara individu dan Tuhan. Ayat-ayat dari Alkitab Ibrani / Perjanjian Lama telah ditafsirkan sebagai gangguan menggambarkan suasana di tokoh-tokoh seperti Ayub, Raja Saul dan dalam Mazmur Daud.



Mesir dan Mesopotamia

catatan Limited dalam dokumen Mesir kuno yang dikenal sebagai papirus Ebers muncul untuk menggambarkan kondisi gangguan konsentrasi dan perhatian, dan gangguan emosi di hati atau pikiran. Beberapa dari ini telah ditafsirkan dan menunjukkan apa yang kemudian disebut histeria dan melankolis. perawatan somatik biasanya termasuk menerapkan cairan tubuh saat membaca mantra magis. Halusinogen mungkin telah digunakan sebagai bagian dari ritual penyembuhan. candi agama mungkin telah digunakan sebagai terapi retret.



1.          Zaman Prasejarah

Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik.



2.          Zaman peradaban awal

1. Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)

2. Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)

3. Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)



3.          Zaman Renaissesus

Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.



Pada tahun 1600 dan sebelumnya , orang yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan dan penyucian. Pandangan terhadap masyarakat ini menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karna mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya.

Tahun 1692, di Amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena shir atau guna-guna. Ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.



Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.

Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis (praktik, bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia) yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.



Era Pra Ilmiah

1. Kepercayaan Animisme

Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.



2. Kepercayaan Naturalisme

Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.



Era Modern/Masa ilmiah

Tahun 1812, Benjamin Rush (1745-1813) menjadi salah satu orang yang menangani masalah penanganan secara mental. Antara tahun 1830-1860 di Inggris timbul orang-orang yang menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini tumbuh penanganan dirumah sakit jiwa.

Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.

Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.



Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.

Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.



Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.



B.     Konsep Sehat

Pengertian sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Ada beberapa pengertian sehat lainnya yaitu diantaranya :

1. Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural. ( Menurut Pender, 1982 )

2. Sehat / kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.( Menurut UU N0. 23/1992 tentang kesehatan)

3. Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care actions) secara adekuat. Self care Resouces : mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care Actions merupakan perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial dan spiritual. (Menurut Paune, 1983)



Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dan menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.



KONSEP SEHAT BERDASARKAN:

1.          Dimensi Emosi

Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih dan sebagainya. Dan orang yang sehat secara emosional adalah seseorang yang dapat menjaga atau mengontrol emosinya ketika dia sedang kesal.

2.          Dimensi Intelektual

Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.

3.          Dimensi Sosial

Sehat yang dimana orang tersebut memiliki jiwa social yang baik. Dapat Nampak baik apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4.          Dimensi Fisik

Sehat secara fisik yaitu sehat yang orang tersebut tidak mengalami cacat atau sebagainya. Terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

5.          Dimensi Spiritual

Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.


Daftar Pustaka : 
http://hanmon.blogspot.com/2013/04/tugas-1-tentang-konsep-kesehatan.html
http://annabieb.blogspot.com/2014/03/sejarah-perkembangan-kesehatan-mental.html https://wahyuasriyunita.wordpress.com/2014/03/22/konsep-sehat-perkembangan-kesehatan-mental-teori-kepribadian/

http://shanshantidwinadira.blogspot.com/2013/04/kesehatan-mental-konsep-sehat.html

Minggu, 15 Maret 2015

MAKALAH PERBEDAAN POSTING GAME DALAM JEJARING SOSIAL (LINE) BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Oleh :
Nurlatifah                           16513687
Reyhan Awaludin Zhafran 17513427
Januferdi Andika Akbar     14513606
Aziz Abadi                         11513567
Yosa Auzy Rahman            19513503

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNyalah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Perbedaan Posting Game Dalam Jejaring Sosial (Line) Berdasarkan Jenis Kelamin”.
Makalah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan selama seminggu. Dalam membuat makalah ini, kami mendapatkan hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan, dorongan, dan kerjasama dari semua anggota kelompok, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Depok, 2 januari 2015


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini sangat cepat. Hingga para ahli menyebutnya dengan gejala revolusi. Salah satu perkembangan teknologi tersebut adalah internet. Salah satu layanan internet yang sedang ramai digunakan adalah game online. Biasanya disediakan sebagai tambahan layanan dari perusahaan penyedia jasa online atau dapat diakses langsung (mengunjungi halaman web yang bersangkutan) atau melalui sistem yang disediakan dari perusahaan yang menyediakan permainan tersebut.
Game online digandrungi mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Perkembangan game sendiri sangatlah pesat. Dahulu game hanya bisa dimainkan maximal dua orang, sekarang dengan adanya internet bisa mencapai 100 orang lebih. Bahkan seluruh duniapun bisa memainkan secara bersamaan dan berhubungan satu sama lain.
Game adalah aktivitas yang dilakukan untuk menyenangkan individu yang memiliki aturan sehingga ada yang menang dan ada yang kalah. Selain itu, game membawa arti sebuah kontes, fisik atau mental, menurut aturan tertentu, untuk hiburan, rekreasi, atau bentuk menang taruhan. Dimasa yang sudah serba canggih ini, anak-anak kecil sampai yang menginjak dewasa sudah melupakan game tradisional yang lebih mendidik dan lebih mengajarkan nilai-nilai sikap terpuji.
Dalam penelitian yang kami lakukan ini, kami ingin melihat lebih banyak remaja laki-laki atau perempuan yang sering mengupdate atau memposting game dalam jejaring sosial (line) berdasarkan jenis kelamin, serta mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan jika seseorang kecanduan game online, Kami melibatkan 30 subjek penelitian yang terdiri dari 15 orang subjek laki-laki, dan 15 subjek perempuan. Kemudian kami mengakumulasi postingan game selama seminggu.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsepsi pecandu game online dalam kajian psikologi ?
2. Bagaimana perbedaan jumlah penggunaan game (line) berdasarkan jenis kelamin ?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Diharapkan mahasiswa memahami pengaruh–pengaruh psikologis yang terjadi saat seseorang kecanduan memainkan game online serta mengetahui lebih banyak laki-laki atau perempuan yang memposting game dalam jejaring sosial (line).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisa Fenomena : Konsepsi Pecandu Game Online dalam Behaviorisme
Seseorang disebut kecanduan apabila dia berada pada sikap yang tidak terkontrol hingga mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa mempedulikan kosekuensi-kosekuensi negatif yang akan terjadi pada dirinya.
 
Seseorang dikatakan pecandu apabila memenuhi minimal tiga dari enam kriteria yang diungkapkan oleh Brown (Dwiastuti, 2005:40). Yakni sebagai berikut :
1. Salience : menunjukan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku. (1) cognitive salience : dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran; (2) behavioral salience : dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku.
2. Euphoria : mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game.
3. Conflict : pertentangan yang muncul antara pecandu dengan orang-orang yang ada disekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku yang berlebihan. (1) interpersonal conflict (external) : konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada disekitarnya. (2) interpersonal conflict (internal) : konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri.
4. Tolerance : aktivitas bermain game online mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan.
5. Withdrawal : perasaan tidak menyenangkan ketika tidak melakukan aktivitas bermain game.
6. Relapse and Reinstatement : kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku pecandu atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukkan kecenderungan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktivitas bermain game online.

Menurut Brown (Dwiastuti, 2005:41-42) komponen-komponen ini merupakan komponen umum dalam sebuah fenomena kecanduan. Tolerance berkembang sebagai kebutuhan pada seseorang yang kecanduan untuk meningkatkan kebergantungannya pada tingkah laku bermain game online untuk mendapatkan pengalaman yang sama dibandingkan pada saat menghentikan aktivitas tersebut. Sementara relapse dan reinstatement merupakan pengembalian kepada keadaan semula dari kecanduan.
Bermain game online membuat remaja merasa senang karena mendapatkan “kepuasaan psikologi”. Kepuasaan yang diperoleh dari bermain game membuat remaja menjadi semakin betah mengandrungi game online. Menurut Bunny (http://www.pembelajar.com), “kebanyakan game dirancang sedemikian rupa agar gamer penasaran dan mengejar nilai tinggi, dan sering membuat gamer lupa bahkan untuk sekedar berhenti sejenak”.
Remaja yang kecanduan dalam permainan game online termasuk dalam tiga kriteria yang ditetapkan WHO (World Health Organization), yaitu gejala menarik diri dari lingkungan, kehilangan kendali, dan tidak peduli dengan kegiatan lainnya (pikiran rakyat, 2008:19). Banyak remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain game online. Tidak jarang waktu belajar dan bersosialisasi dengan teman sebaya menjadi berkurang, atau bahkan sama sekali remaja tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi.
Game online sebenarnya tidak akan berdampak negative kalau remaja tidak sampai kecanduan, tetapi kalau sudah kecanduan akan berakibat fatal dan menimbulkan dampak negatif. Karena remaja akan kurang bersosialisasi. Gamer akan membuat prestasi tetapi tidak akan riil dan memainkan objek imajinasi yang menurut gamer merupakan representasi dari diri gamer itu sendiri.

2.2 Gejala Pecandu Bermain game Online pada Remaja
Kecanduan internet, termasuk didalamnya game online disebut sebagai Internet Addiction Disorder (IAD), Stephen Juan, seorang antropolog di University Of Sydney mengemukakan gejala-gejala umum kecanduan internet, sebagai berikut :
1. Selalu ingin menghabiskan lebih banyak waktu di internet, sehingga akan menguras waktu efektif yang ada.
2. Jika tidak menggunakan internet, muncul gejala-gejala penarikan diri seperti kecemasan, gelisah, mudah tersinggung, gemetar, menggigil, gerakan mengetik tanpa sadar, sehingga berhayal dan bermimipi mengenai internet.
3. Jika terhubung dengan internet, gejala-gejala penarikan diri akan hilang maupun berkurang.
4. Mengakses internet lebih lama dari yang diniatkan.
5. Cukup banyak porsi kegiatan yang digunakan untuk aktivitas terkait internet, termasuk game, e-mail, browsing, dan chatting.
6. Mengurangi kegiatan penting, baik dalam pekerjaan, soaial, atau rekreasi, demi menggunakan internet.
7. Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah, perasaan bersalah, tidak berdaya, kecemasan, atau depresi.

2.3 Hasil Penelitian : Perbedaan Posting Game dalam Jejaring Sosial (line) Berdasarkan Jenis Kelamin
Penelitian yang kami lakukan melibatkan 30 orang subjek, yang terdiri dari 15 orang subjek laki-laki, dan 15 subjek perempuan. Dari penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Rata-rata dalam seminggu perempuan memposting game dalam jejaring sosial (line) 8 kali lebih banyak dari laki-laki. Laki-laki memiliki rata-rata memposting game dalam seminggu sebanyak 32 kali, sedangkan wanita 40 kali.
2. Dari 15 subjek laki-laki jumlah posting terbanyak dalam sehari adalah 21 kali, sedangkan pada 15 subjek perempuan jumlah posting terbanyak dalam sehari adalah 48 kali.
3. Perempuan > laki-laki, intensitas posting game dalam jejaring sosial (line).


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan memposting game dalam jejaring sosial (line) lebih banyak dari pada laki-laki. Dimana pada prosesnya seorang remaja dipengaruhi oleh factor berkembangnya sistem korteks frontal yang diasosiasikan dengan motivasi, impulsivitas, dan adiksi yang menjelaskan mengapa masa remaja cenderung mencari hal-hal yang menggetarkan dan baru serta mengapa kebanyakan dari mereka sulit untuk focus pada tujuan jangka panjang. (Bjork dkk., 2004; Chambers, Taylor, & Potenza, 2003). faktor ini menjelaskan kenapa remaja memilih memuaskan dirinya terhadap hal yang sementara seperti game dan tidak berfocus pada tujuan jangka panjang. Salah satu ketidakmatangan berpikir David Elkind adalah sulit untuk memutuskan sesuatu, dalam hal ini sebenarnya remaja banyak yang sudah mengetahui dampak negatif dari kecanduan game, tapi mereka tidak dapat memutuskan untuk melepas kecanduan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Papalia, Diane E. dkk. 2014. Menyelami Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika Evamasy.blogspot.com/2013/02/fenomena-dunia-virtual-studi-kasus.html?m=1
Tinkerbell Blue Glitter Wings